KARAWANG,- Putusan Pengadilan Negeri Bandung dalam perkara Tindak Pidana Korupsi PD Petrogas Karawang memantik sorotan publik. Vonis dua tahun penjara terhadap terdakwa Giovanni Bintang Rahardjo dinilai terlalu ringan dan jauh dari rasa keadilan, terutama jika dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mencapai enam tahun penjara.
Sorotan keras datang dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) CAKRA Indonesia. Melalui Direktur Eksekutifnya, Dede Nurdin, S.H., lembaga ini secara terbuka mendesak JPU Kejaksaan Negeri Karawang untuk tidak berhenti pada putusan tingkat pertama dan segera mengajukan banding secara maksimal. Menurut Dede, disparitas antara tuntutan dan vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim terlalu mencolok untuk diabaikan.
“Kami mengapresiasi langkah JPU yang sejak awal menuntut pidana badan secara tegas. Namun ketika vonis hanya sepertiga dari tuntutan, yakni dua tahun penjara, maka banding menjadi langkah yang sangat rasional dan perlu didukung,” ujarnya.
LBH CAKRA Indonesia menilai, pengajuan banding bukan sekadar soal memperberat hukuman, melainkan upaya menjaga marwah hukum dan kepercayaan publik. Setidaknya ada tiga alasan krusial yang menjadi dasar desakan tersebut.
Pertama, menyangkut kepastian hukum dan keadilan substantif. Vonis yang terlalu ringan dikhawatirkan melukai rasa keadilan masyarakat serta memunculkan kesan bahwa kejahatan korupsi masih diperlakukan secara lunak.
“Banding penting untuk menguji ulang fakta hukum dan memastikan putusan di tingkat Pengadilan Tinggi benar-benar mencerminkan efek jera,” kata Dede.
Kedua, aspek pemulihan kerugian negara. Meski Majelis Hakim telah menjatuhkan hukuman uang pengganti sebesar Rp5,1 miliar, LBH CAKRA menilai angka tersebut belum mencerminkan total kerugian negara yang dituntut JPU sejak awal, yakni Rp7,1 miliar. Melalui banding, JPU dinilai memiliki ruang untuk mendorong pemulihan kerugian negara secara lebih maksimal, termasuk penegasan pidana subsider yang lebih berat apabila uang pengganti tidak dibayarkan.
“Banding adalah hak hukum yang dijamin Pasal 67 KUHAP. Kami meminta JPU tidak ragu menggunakan instrumen ini demi keadilan yang lebih proporsional,” tegas Dede.
LBH CAKRA Indonesia berharap, langkah banding yang ditempuh JPU nantinya bukan hanya menjadi koreksi atas vonis tingkat pertama, tetapi juga menjadi penanda kuat komitmen aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi. Lebih dari itu, publik ingin melihat bahwa hukum benar-benar bekerja tanpa pandang bulu, terutama terhadap kejahatan yang merugikan keuangan negara dan masa depan masyarakat Karawang. (Teguh Purwahandaka)
