KARAWANG,- Usai dikritik melalui aksi massa bertajuk Karawang Poek, Rabu 12 november 2025, Bupati Karawang Aep Syaepulloh akan mengevaluasi dan mengkaji ulang Peraturan Bupati (Perbup) Karawang Nomor 19 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Pemagangan Dalam Negeri yang ditetapkan, diundangkan dan diberlakukan tanggal 28 Mei 2025. Bupati Aep mengaku menerima aspirasi masyarakat dan akan melakukan kajian bersama selama 14 hari, melibatkan Lembaga Kerjasama Tripartit.
“Kami menerima aspirasi dari KBPP Plus, termasuk dari serikat kerja dan komunitas anak buruh. Terkait pemagangan, kita sepakat akan lakukan kajian bersama dalam waktu 14 hari ke depan,” ujar Bupati Aep, Rabu sore.
Bupati Aep menyatakan, pihaknya menerima seluruh aspirasi yang disampaikan buruh maupun mahasiswa. Aep memastikan pemerintah daerah akan menindaklanjuti dengan langkah konkret.
“Jika memang pelaksanaannya tidak sesuai aturan dan merugikan masyarakat, tentu akan kita evaluasi bahkan bisa saja dicabut,” kata Aep.
Di lain pihak, salah satu massa aksi, Ketua DPC KSPSI Kabupaten Karawang, Dion Untung Wijaya, menjelaskan aksi kali ini merupakan bentuk peringatan keras bagi Pemerintah Kabupaten Karawang. Dikatakan, sebagian besar tuntutan buruh belum bisa diakomodir secara langsung oleh Pemkab Karawang, terutama terkait pencabutan Perbup tentang pemagangan.
“Bupati menyampaikan bahwa akan dilakukan evaluasi dan kajian terlebih dahulu di 14 hari ke depan. Jika hasilnya menunjukkan banyak persoalan dalam pelaksanaan pemagangan, maka bupati mencabut Perbup tersebut,” katanya.
Dion menambahkan, pemerintah harus lebih memperhatikan nasib kaum pekerja di Karawang. Ia juga menyoroti fenomena meningkatnya angka pengangguran di Karawang, yang diperparah dengan banyaknya gelombang PHK di berbagai sektor industri.
“Kami juga memikirkan nasib teman-teman yang belum bekerja dan yang menjadi korban PHK. Karena itu, kami meminta agar pemerintah membuka lapangan kerja seluas-luasnya, terutama lapangan kerja formal yang layak,” jelasnya.
Realita yang terjadi, banyak lulusan sekolah yang belum terserap dunia kerja, dan juga marak praktek pemagangan yang disalahgunakan pihak pengusaha dan merugikan kaum pekerja, hingga menjadi persoalan serius di sektor ketenagakerjaan. Masih dikatakan Dion, Pemkab Karawang harus lebih ketat mengawasi pelaksanaan program pemagangan agar tidak dijadikan dalih perusahaan untuk menghindari kewajiban memberikan hak buruh.
Penerapan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 19 Tahun 2025 tentang Pemagangan dianggap merugikan buruh. Pemkab Karawang didesak merancang Perbup Anti Pemagangan. Selain itu, menghapus sistim outsourcing dan kontrak. Pemkab Karawang juga diminta melakukan terobosan dan inovasi dalam menciptakan lapangan kerja formal yang luas, dan membangun industrialisasi di setiap desa di Karawang. Pemerintah juga dituntut mampu menghilangkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan apapun.
Tuntutan massa aksi lainnya yakni, meminta penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Karawang tahun 2026, naik 10 persen dari UMK Karawang tahun 2025. Selain itu, mewujudkan pendidikan gratis berbasis kerakyatan di Karawang, dan menggagalkan rencana kenaikan tunjangan DPRD Karawang yang dianggap tidak berpihak kepada masyarakat kecil di tengah kondisi ekonomi yang sulit. (Teguh Purwahandaka)
