Ratusan santri mendatangi Plaza Pemkab Karawang untuk menyampaikan pendapat dimuka umum. 


KARAWANG,- Ratusan santri, pengurus pondok pesantren, serta anggota berbagai organisasi Islam di Karawang yang tergabung dalam Aliansi Pusaka (Persatuan Umat dan Santri Karawang), melakukan aksi damai di gerbang Plaza Pemkab Karawang, Jumat (17/10/2025). Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap tayangan program “Xpose Uncensored” Trans7 edisi 13 Oktober 2025, yang dinilai telah menghina ulama dan pondok pesantren.

Koordinator aksi Dadi Mulyadi dalam orasinya menegaskan, kehadirannya bersama ratusan massa aksi bukan karena kepentingan politik, tetapi semata untuk membela para kiai dan pesantren.

“Kami datang ke sini bukan karena kepentingan lain, ini adalah hajat santri. Sebentar lagi, 22 Oktober, santri seharusnya merayakan hari lahirnya. Namun suasana itu ternodai oleh tayangan yang tidak pantas. Tapi kami tidak akan berkecil hati,” ujarnya lantang.

Menurut Dadi, pondok pesantren dan para ulama adalah tulang punggung bangsa, benteng terakhir yang menjaga moral dan keutuhan Indonesia.

“Santri sudah teruji oleh zaman. Mereka berjuang dengan kekuatan doa dan zikir untuk bangsa ini. Selama ulama dan pesantren masih ada, Indonesia akan tetap kuat,” tambahnya.

Sementara itu, KH. Ahmad Ruhyat Hasby dalam orasinya 

 juga menyampaikan kecaman keras terhadap Trans7. Dalam orasinya, ia menilai program tersebut tidak bermutu dan telah melukai akidah umat.

“Trans7 lupa bahwa berdirinya Indonesia tidak lepas dari perjuangan kiai dan santri dari pondok pesantren. Tidak akan ada Indonesia tanpa santri!,” seru Uyan di hadapan peserta aksi.

Ia juga meminta KPI untuk segera mencabut izin siar Trans7, serta mendesak pemilik Trans7, Chairul Tanjung, agar segera sowan ke pimpinan Pondok Pesantren Lirboyo sebagai bentuk permintaan maaf. “Selama itu belum dilakukan, kami akan terus aksi. Kami tidak rela kiai kami dihina, pesantren dihina. Lawan Trans7!” tegasnya.

Aksi yang berlangsung damai itu diwarnai dengan yel-yel dan doa bersama. Para santri membawa spanduk bertuliskan dukungan terhadap ulama dan pesantren, sembari menyerukan pentingnya menjaga marwah dunia pesantren sebagai sumber keberkahan dan pendidikan moral bangsa.

 “Ridho menjadi santri berarti ridho mencium tangan kiai, ridho memberikan harta berlebih ketika sukses nanti. Itu bukan feodalisme, tapi mencari barokah,” tutup Uyan yang disambut takbir para peserta aksi. (Teguh Purwahandaka)