Direktur Eksekutif LBH Cakra, Dadi Mulyadi S.H


KARAWANG,- Malam itu, Jumat 8 Agustus 2025, suasana di kawasan industri KNIC berubah tegang. Bukan karena demonstrasi, melainkan karena rombongan aparat pemerintah mendatangi lokasi proyek PT. Vanesa Sukma Mandiri (VSM). Mereka membawa surat perintah penagihan pajak. Namun, cara dan waktu pelaksanaannya membuat banyak pihak geleng kepala.


Sekitar pukul 17.30 WIB, petugas dari Bapenda Karawang bersama Satpol PP dan aparat keamanan datang membawa surat tugas. Beberapa jam kemudian, penagihan dilakukan dengan alasan PT. VSM memiliki tunggakan pajak MBLB senilai Rp1,15 miliar. Padahal, menurut catatan internal, pihak perusahaan sudah menyiapkan dana sebesar Rp800 juta dan hendak menyetorkannya melalui Bank BJB pada siang harinya.


Namun akses pembayaran justru tertutup karena, menurut keterangan, BJB belum menerima instruksi pembukaan rekening dari pihak Bapenda. “Alih-alih difasilitasi, justru mereka didatangi malam hari dengan pendekatan represif,” ujar praktisi hukum Karawang, Dadi Mulyadi S.H.


Ia menyebut peristiwa itu sebagai “kecelakaan politik”, langkah tergesa yang dilakukan pemerintah tanpa memahami implikasi hukum. Menurut Perbup 31 Tahun 2024, penagihan paksa hanya boleh dilakukan oleh juru sita dan dalam kondisi khusus, seperti penanggung pajak hendak melarikan diri dari Indonesia.


“PT. VSM jelas-jelas perusahaan lokal. Tidak ada indikasi mereka akan kabur. Lalu mengapa diperlakukan seperti itu?” katanya.


Dadi menilai tindakan itu bukan hanya melanggar norma administrasi, tapi juga mencoreng wajah pemerintah daerah. “Seharusnya hukum menjadi panglima, bukan alat tekanan kekuasaan,” ujarnya.


Sementara itu, di kalangan pengusaha Karawang sedang ramai diperbincangkan tentang polemik pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB). Tindakan yang disebut sebagai “upaya penegakan aturan” itu justru menimbulkan gelombang protes dan perdebatan luas.


Bagi masyarakat biasa, peristiwa itu tampak seperti tindakan tegas pemerintah terhadap wajib pajak yang lalai. Namun bagi sebagian pihak, termasuk praktisi hukum Karawang, Dadi Mulyadi, S.H., tindakan itu justru mengandung banyak kejanggalan.


“Pemerintah daerah seolah lupa bahwa semua tindakannya harus berdasar asas legalitas,” ujar Dadi yang juga Direktur Eksekutif LBH Cakra Indonesia. 


Menurutnya, penagihan seketika hanya bisa dilakukan oleh juru sita pajak yang ditunjuk secara resmi, dan dalam kondisi tertentu yang diatur dalam Perbup Nomor 31 Tahun 2024. Sementara tindakan terhadap PT. VSM dilakukan malam hari, di luar jam kerja, dan tanpa dasar keadaan darurat.


"Penagihan paksa dan seketika harus merujuk kepada faktor situasi dan kondisi yang krodit sebagaimana yang dijelaskan pada point (a) Perbup No.31 Tahun 2024, ”penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selamanya atau berniat untuk itu”. Dalam hal PT.VSM adalah perusahaan dalam negeri yang berkedudukan di karawang serta pengurusnya juga orang karawang. Tidak ada kemungkinan dugaan akan melarikan diri dari Indonesia," katanya. 


Bagi Dadi, ini bukan sekadar persoalan administratif, melainkan cermin dari ketidakcermatan pemerintah daerah dalam memahami esensi MBLB itu sendiri.


“Harus ada kajian akademik yang mendalam agar tidak terjadi kesalahan tafsir antara objek pajak MBLB dengan kegiatan industri yang bukan pertambangan,” tegasnya.


Kasus PT. VSM kini menjadi titik tolak bagi publik untuk menilai sejauh mana pemerintah mampu menegakkan aturan tanpa mengorbankan rasa keadilan. (Teguh Purwahandaka)