KARAWANG,- Di sebuah rumah sederhana di Karawang, seorang bayi berusia sebelas bulan terus menangis setiap malam. Ia mencari ibunya, Neni Nuraeni (37), yang kini tidak lagi bisa memeluknya. Sang ibu mendekam di balik jeruji Lapas Perempuan Telukjambe setelah ditahan atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Fidusia.
Kisah ini bermula dari niat sederhana, membeli mobil bekas untuk menambah penghasilan ekonomi keluarga, usaha jasa antar penumpang. Suami Neni, Deni Darmawan, seorang buruh lepas, ingin memiliki kendaraan melalui skema kredit di salah satu perusahaan pembiayaan, Adira Finance cabang Karawang. Namun, pengajuan itu tak disetujui karena Deni terkendala BI Checking.
“Yang punya niat itu suaminya, bukan Bu Neni. Karena Deni enggak di-ACC, pengajuan dialihkan ke Adira Cikarang, dan yang disetujui justru atas nama istrinya,” tutur kuasa hukum Neni, Syarif Hidayat, kepada wartawan, Kamis 30 Oktober 2025.
Sejak awal, kata Syarif, Neni hanya sebatas “nama” di berkas kredit. Ia tak pernah terlibat dalam urusan pembayaran ataupun penggunaan kendaraan. Selama enam bulan pertama, angsuran berjalan lancar. Setelah itu, Deni meminjam uang Rp37 juta kepada seseorang bernama Ismail dengan jaminan unit kendaraan tersebut.
Namun, malang tak dapat ditolak. Pada tahun 2024, mobil itu terbakar saat berada di tangan pihak lain. Tak lama, kendaraan itu bahkan dijual ke pengusaha barang rongsok untuk dimanfaatkan besi, atau tmbaga yang masih tersisa di mobil yang bekas terbakar itu. Lantaran angsuran kendaraan macet dan unit mobil pun tidak ada, pihak perusahaan pembiayaan kemudian melapor ke polisi karena merasa dirugikan.
MENJADI TERSANGKA
Awalnya, Neni hanya diperiksa sebagai saksi. Tapi akhir 2024, statusnya naik menjadi tersangka. Syarif menduga keputusan itu karena seluruh dokumen pembiayaan atas nama kliennya.
Saat berkas perkara dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke kejaksaan, Neni tidak dikenakan kurungan badan. Polisi dan jaksa sepakat tidak menahannya karena ia memiliki bayi yang masih menyusu. Tapi keputusan berubah drastis ketika perkara masuk ke Pengadilan Negeri Karawang.
Pada malam 22 Oktober 2025, sekitar pukul enam, beberapa petugas datang ke rumah Neni. Ia dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan kesehatan, lalu langsung dijebloskan ke Rutan Perempuan Telukjambe. Esoknya, sidang pertama digelar.
“Begitu cepat prosesnya. Padahal sehari sebelumnya saya sudah ajukan permohonan penangguhan penahanan,” kata Syarif.
Sejak ditahan, bayi Neni sakit-sakitan. Ia mengalami demam dan diare karena kehilangan ASI. Kondisi itu membuat keluarga panik dan meminta agar pengadilan mempertimbangkan aspek kemanusiaan. Syarif pun mengajukan permohonan pengalihan penahanan agar kliennya dapat kembali menyusui bayinya.
HAKIM TAK TAHU
Sidang lanjutan kembali digelar PN Karawang pada Kamis 30 Oktober 2025. Sidang itu dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Nelly Andriani, S.H., M.H., sedangkan anggota yakni Muhammad Arif Nahumbang Harahap, S.H., M.H., dan Handika Rahmawan, S.H., M.H. Dalam persidangan Ketua Majelis Hakim Nelly Andriani, S.H., M.H mengaku tidak tahu jika terdakwa Neni Nuraeni memiliki anak yang sedang menyusu.
"Saya tidak tahu terdakwa sedang menyusui. Isu ini bahkan digoreng," kata Ketua Majelis Hakim Nelly Andriani, S.H., M.H.
Di akhir proses sidang lanjutan itu, majelis hakim membacakan putusan permohonan pengalihan penahanan dari rutan menjadi tahanan rumah. Neni Nuraeni bersujud saat hakim membaca putusan itu. Suasana sidang mendadak menjadi haru, Neni kini bisa berkumpul dan menyusui anak balitanya.
Karena suasana terlalu emosional, beberapa pengunjung sidang bahkan terkena teguran Ketua Majelis Hakim Nelly Andriani, S.H., M.H. lantaran merekam video. Sidang sempat diskors oleh hakim, dan meminta petugas sidang memastikan rekaman vidio dihapus oleh para pengunjung sidang.
Sementara itu, menanggapi proses persidangan, seorang pengunjung sidang berkomentar agar kedepannya Majelis Hakim PN Karawang lebih teliti dan detail dalam penanganan perkara. "Hakim tidak mengetahui jika terdakwa memiliki balita yang sedang menyusui. Kemudian peran terdakwa yang tidak terlalu dominan dalam kasus ini, karena yang lebih dominan ialah suaminya. Namun hakim memerintahkan terdakwa ditahan hingga peristiwa ini menjadi viral. Itu sih yang saya tangkap dari mengikuti sidang ini," tutur seorang pengunjung sidang yang enggan menyebutkan namanya. (TEGUH PURWAHANDAKA)
