KARAWANG,– Ketegangan mewarnai halaman Polres Karawang pada Kamis, 28 Agustus 2025. Di tengah hiruk-pikuk aparat dan lalu-lalang kendaraan, sejumlah aktivis hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pangkal Perjuangan Indonesia tampak berdiri dengan wajah tegas, menyuarakan protes. Mereka menuntut akses pendampingan hukum bagi para pelajar yang diamankan di berbagai titik di Karawang.

Sebanyak 49 pelajar dilaporkan diamankan aparat kepolisian. Mereka diamankan saat hendak menumpang angkutan umum untuk pergi ke Jakarta mengikuti unjuk rasa yang dijadwalkan berlangsung keesokan harinya. Saat menunggu bus, mereka diperiksa aparat dan kemudian dibawa ke Markas Polres Karawang.

Tim LBH Pangkal Perjuangan Indonesia, yang dipimpin langsung oleh Ravhi Alfanira F.F., S.H., Direktur Eksekutif LBH Pangkal Perjuangan, mendatangi Polres Karawang untuk memberikan bantuan hukum kepada para pelajar yang diamankan. Namun, upaya tersebut ditolak oleh aparat kepolisian dengan alasan yang tidak jelas.

“Penolakan ini merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara untuk mendapatkan bantuan hukum, sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum,” tegas Ravhi.


Tegangan di Balik Pintu Polres

Sumber internal LBH Pangkal Perjuangan menyebut, tim advokat telah hadir sejak siang hari, namun akses ke ruang pemeriksaan berulang kali dihambat. “Kami sudah mengikuti prosedur, menunjukkan identitas, bahkan surat kuasa pendampingan. Tetapi pintu-pintu itu tetap tertutup untuk kami,” kata salah satu anggota tim hukum.

Situasi ini memicu gelombang kritik dari kalangan masyarakat sipil dan pegiat HAM di Karawang. Mereka menilai sikap aparat tidak hanya menghambat kerja advokat, tetapi juga melanggar prinsip negara hukum yang seharusnya menjamin perlindungan hak-hak dasar setiap orang.


Tuntutan Tegas LBH

Dalam pernyataan resminya, LBH Pangkal Perjuangan Indonesia mendesak pihak kepolisian untuk:

1. Membuka akses seluas-luasnya bagi tim kuasa hukum untuk mendampingi seluruh peserta aksi yang ditahan.

2. Menghentikan segala bentuk penghalangan terhadap proses pemberian bantuan hukum.

3. Memastikan hak-hak hukum para pelajar terpenuhi selama proses pemeriksaan.

LBH Pangkal Perjuangan juga menegaskan siap menempuh langkah hukum, termasuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan hukum yang dilakukan oleh oknum aparat.

“Seharusnya aparat justru menjunjung tinggi hak-hak hukum, termasuk hak didampingi penasihat hukum bagi siapa pun yang diperiksa. Sikap seperti ini bisa memperlebar jarak antara kepolisian dan masyarakat,” ujar Ravhi.


Mau saya buatkan versi lead berita yang lebih singkat dan menggigit untuk pembuka majalah?