Warga Karawang sedang mengakses pelayanan pemeriksaan gratis melalui program KABARI di RS Lira Medika Karawang. Program ini sangat membantu warga Karawang, salah satunya Gama yang cedera saat ikut kompetisi basket. 


KARAWANG,— Bau keringat, gemuruh sepatu menyapu lantai kayu, dan suara peluit wasit yang membelah riuh, semua itu begitu akrab bagi Gama, pria 41 tahun yang dulunya hidup dengan bola basket di tangan. Pria yang saat ini tinggal di Perumahan Buana Taman Sari Raya, Kec Klari, Karawang, saat masih kuliah, lapangan adalah rumah kedua baginya. Tapi waktu berjalan, setelah lulus kuliah, hidup membawanya menjauh dari ring basket, Gama masuk ke dunia kerja logistik yang penuh target dan tenggat.
Tahun ini, ketika sebuah ajakan reuni bertajuk Kompetisi Basket Antar Alumni Kampus Bandung mampir ke grup WhatsApp, semangat lamanya menyala kembali. “Sepertinya menyenangkan,” pikir Gama. Tanpa pikir panjang, ia mendaftar.
Namun ada satu hal yang tak ia siapkan, tubuh yang tak lagi sama seperti dua dekade lalu. Hari itu, Gama turun ke lapangan dengan jersey kebesaran tim almamaternya. Senyum tak lepas dari wajahnya saat bola pertama dilempar. Tapi baru beberapa menit berlari dan melompat, Gama merasakan sesuatu yang tak biasa, nyeri tajam menjalar dari paha bagian belakang kirinya. Ia jatuh terduduk, dan pertandingan pun terhenti.
Setelah diperiksa dokter, diagnosisnya cukup sederhana namun menyentak, ototnya mengalami kram hebat. Otot yang lama tak terlatih, kini "kaget" karena dipaksa bekerja seintens dulu. Ketika Gama duduk lama, kram otot di paha kirinya kambuh, namun ketika berdiri dan berjalan, sakit itu hilang. “Ya, mungkin karena sudah terlalu lama tidak main. Kerja duduk terus, lari juga paling lari dari deadline,” kata Gama sembari tertawa kecil, saat ditemui di Ruangan Hydro Therapy, Rumah Sakit Lira Medika Karawang, Rabu, 9 Juli 2025.
Setelah kejadian, Gama sudah dua minggu mengakses layanan RS Lira Medika Karawang untuk penanganan intensif. Sang dokter menyarankan pendekatan multijenis, kombinasi istirahat, compress dingin (cold therapy), dan fisioterapi. Senaman peregangan ringan dan penguatan otot dijadwalkan rutin, ditunjang hidroterapi dan elektro-stimulasi untuk mencegah kram berulang.
Di tahap lanjutan, Gama juga diberikan suplementasi magnesium dan elektrolit sebagai strategi pencegahan. Tujuannya jelas, membangkitkan kembali kelenturan dan daya tahan ototnya tanpa memaksakan kondisi tubuhnya yang tak lagi seprima dulu.
Gama mengaku terbantu oleh tim medis yang sabar dan profesional. “Fisioterapisnya benar-benar telaten, mulai dari peregangan ringan hingga sinyal kembalinya aliran energi di otot,” ujarnya. Perlahan, meski masih harus menahan nyeri, ia merasakan kemajuan nyata, tanda bahwa masa vakum panjang bisa dipulihkan.

Mengenal KABARI
Gama saat ini memperoleh manfaat tambahan dari segmen perawatan nyeri inovatif, program KABARI, kependekan dari “Karawang Bebas Nyeri”, yang di-launching RS Lira Medika pada 4 Juni 2025. Program ini fokus pada penanganan nyeri muskuloskeletal, termasuk kram otot, nyeri sendi, dan gangguan otot akibat aktivitas sehari-hari. Lewat KABARI, pasien mendapat akses ke serangkaian layanan terpadu, skrining nyeri, physiotherapy, hidroterapi, serta edukasi preventif, dengan dukungan teknologi modern dan tenaga ahli multidisiplin.
Direktur Utama Rumah Sakit (RS) Lira Medika Karawang, dr. Ronny Novianto, M.Kes menjelaskan, peluncuran program ini pun menandai komitmen RS Lira Medika untuk memperluas layanan rehabilitasi nyeri, juga bagi masyarakat industri di Karawang yang memiliki ribuan pabrik. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, mayoritas penduduk usia produktif usia antara 25 hingga 55 tahun mengalami keluhan nyeri kronis akibat aktivitas berat, pekerjaan pabrik, atau kecelakaan. Namun, masyarakat cenderung mengabaikan gejala awal seperti nyeri, kesemutan hingga kaku sendi. "Ada 14 dokter yang spesialis yang berpengalaman dan kompeten dibidangnya, dengan dilengkapi fasilitas yang moderen dengan tekhnologi terkini yang disiapkan RS Lira Medika," kata dr. Ronny.

Testimoni Gama
Bagi Gama, pengalaman ini menjadi guru terbaik. “Cedera ini bukanlah batas, tapi pengingat agar kita menghargai tubuh, apalagi di usia 40‑an,” katanya. Kuncinya, persiapan matang, pemanasan cukup, dan bila perlu, manfaatkan layanan seperti KABARI untuk menjaga daya tahan dan kualitas otot.
Kini, Gama melihat perjalanannya bukan hanya soal kembali ke olahraga. Ia tengah meniti jalan pemulihan yang lebih bijak, memperkuat otot, memahami literasi tubuh, dan membangun kembali kebugaran dengan cara yang aman dan terukur.
Pengalaman ini menjadi pengingat keras bagi Gama, dan mungkin juga bagi banyak dari kita, tubuh punya ingatannya sendiri, dan waktu memberinya batasan yang harus dihormati. Tapi ia tak menyesal. “Walau cedera, saya senang bisa main lagi, ketemu teman-teman, rasanya seperti balik ke masa muda," ujarnya.
Ajang basket alumni ini memang bukan sekadar kompetisi. Bagi Gama, dan banyak alumni lainnya, ini adalah ruang untuk menyalakan kembali nyala lama, tentang semangat, pertemanan, dan rindu akan masa-masa penuh keringat yang sederhana.
Dan meskipun kali ini ia harus keluar lapangan lebih cepat, Gama berjanji, ia akan kembali. Tapi lain kali, dengan otot yang sudah "dipersiapkan". (Teguh Purwahandaka).